Mencegah Stunting Dimulai Sebelum Anak Lahir: Bukti Baru dari Penelitian di Kulon Progo | S2 Kesehatan Masyarakat

Penulis: Dr. Anafrin Yugistyowati, Ns., M.Kep., Sp.Kep., An

Masalah stunting menjadi perhatian utama masyarakat dan pemerintah Indonesia. Diskusi tentang angka, tren, dan strategi pencegahannya semakin sering muncul di ruang publik, menjadi pengingat bahwa kualitas generasi mendatang sangat ditentukan oleh keadaan hari ini. Namun, pertanyaan paling penting justru jarang diangkat: “Apakah upaya yang selama ini dilakukan benar-benar menyentuh akar persoalan?”. Penelitian disertasi yang saya lakukan di Kabupaten Kulon Progo memberikan gambaran bahwa banyak intervensi kita sebenarnya datang terlambat. Kita berupaya memperbaiki kondisi anak ketika mereka sudah berada di usia sekolah atau bahkan sudah mengalami tanda-tanda stunting, padahal sebagian besar masalah tumbuh kembang terjadi jauh sebelum itu, tepatnya sejak masa kehamilan dan bahkan sejak perempuan masih berada pada usia remaja.

Stunting, dalam definisi ilmiah, bukan hanya kegagalan tumbuh secara fisik, tetapi rangkaian gangguan yang berawal dari kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, dan minimnya stimulasi dalam waktu yang panjang. Hal yang sering terlupakan adalah bahwa seluruh proses tersebut dimulai sejak masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan, yaitu sejak janin mulai berkembang dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun. Pada masa kritis ini, tubuh dan otak anak berkembang sangat cepat. Jika terjadi gangguan, dampaknya bersifat permanen dan tidak dapat diperbaiki meskipun anak sudah mendapatkan makanan bergizi di usia lebih tua. Fakta ini membawa kita pada sebuah kesimpulan penting bahwa “Pencegahan stunting harus dimulai sebelum anak lahir, bukan sesudahnya”.

Penelitian saya menemukan bahwa salah satu akar persoalan yang paling menentukan adalah kelahiran dengan berat rendah atau yang kita kenal sebagai BBLR. Bayi yang lahir dengan berat rendah memiliki risiko lebih besar untuk mengalami stunting, gangguan perkembangan kognitif, masalah imunitas, hingga penyakit kronis ketika dewasa. Sayangnya, upaya untuk mencegah BBLR belum mendapatkan perhatian memadai. Banyak ibu hamil hanya menerima edukasi umum, tanpa materi yang secara khusus menjelaskan bagaimana mencegah BBLR dan apa saja risiko yang harus mereka waspadai. Selain itu, manajemen stres yang memiliki dampak besar pada kondisi biologis dan hormonal selama kehamilan hampir tidak pernah disampaikan dalam layanan kesehatan primer.

Melalui pendekatan teori perilaku kesehatan yang saya gunakan dalam Disertasi, ditemukan bahwa niat ibu untuk menjalankan perilaku sehat selama kehamilan sangat dipengaruhi oleh cara mereka memandang risiko, keyakinan terhadap manfaat perilaku sehat, kemampuan mereka untuk menjalankan anjuran kesehatan, serta kemampuan mereka mengelola stres. Ini bukan sekadar informasi teknis, tetapi fondasi perilaku yang menentukan apakah ibu akan meminum tablet tambah darah secara konsisten, memeriksakan kehamilan secara teratur, menjaga pola makan, hingga menghindari stres berkepanjangan. Temuan lapangan menunjukkan bahwa banyak ibu sebenarnya ingin menjaga kehamilannya dengan baik, tetapi tidak memiliki dukungan pengetahuan, emosional, maupun lingkungan yang cukup untuk mendorong perubahan perilaku yang konsisten.

Di sisi lain, sistem kesehatan kita khususnya Puskesmas dan Posyandu yang menjadi garda terdepan masih memiliki sejumlah keterbatasan. Para kader yang begitu dekat dengan masyarakat belum diberdayakan secara maksimal untuk memberikan edukasi spesifik mengenai BBLR dan stunting. Tenaga kesehatan, yang seharusnya berperan sebagai pendamping dan fasilitator perubahan perilaku, sering kali terkendala waktu, beban administrasi, dan keterbatasan materi edukasi. Media edukasi yang digunakan di lapangan masih bersifat umum dan belum dirancang secara khusus untuk membantu ibu hamil memahami risiko BBLR atau cara mengelola stres selama kehamilan. Situasi ini menjelaskan mengapa banyak intervensi berjalan, tetapi tidak selalu berdampak pada perilaku nyata yang dilakukan ibu di rumah.

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan arah baru dalam upaya pencegahan stunting. Kita perlu berpindah dari pola pikir “Mengatasi Dampak” menjadi “Mencegah Sejak Awal”. Penelitian di Kulon Progo memberikan bukti kuat bahwa pencegahan BBLR merupakan langkah strategis yang harus menjadi prioritas nasional jika kita ingin mempercepat penurunan stunting secara signifikan. Dari temuan ini, saya merumuskan sebuah model promosi kesehatan yang lebih komprehensif. Model ini tidak hanya menekankan pada pemberian informasi kepada ibu hamil, tetapi juga mencakup penguatan kesehatan mental dan kemampuan koping stres, pemberdayaan kader sebagai pendamping perubahan perilaku, serta penggunaan media edukasi yang lebih inovatif dan mudah dipahami. Model ini dirancang secara praktis agar dapat diimplementasikan di semua fasilitas layanan primer.

Bagi para pemangku kebijakan, temuan ini menjadi pengingat bahwa investasi terbaik dalam pembangunan manusia tidak hanya terletak pada pemberian makanan bergizi bagi anak usia sekolah, tetapi pada upaya melindungi kehamilan dan mempersiapkan calon ibu sejak dini. Bagi masyarakat umum, penelitian ini menjadi pengingat bahwa kesehatan anak bukan hanya tanggung jawab ibu, tetapi tanggung jawab seluruh lingkungan yaitu keluarga, kader, tenaga kesehatan, dan komunitas. Masyarakat yang memberikan dukungan emosional kepada ibu hamil, lingkungan sosial yang tidak menekan, serta akses layanan kesehatan yang ramah dan informatif, semuanya berperan dalam memastikan generasi masa depan dapat tumbuh optimal.

Sebagai penutup, satu hal yang ingin saya tekankan adalah bahwa mencegah stunting dimulai dari merawat ibu. Ketika ibu hamil merasa aman, tenang, terinformasi, dan didukung, maka janin dalam kandungannya juga mendapatkan kesempatan terbaik untuk tumbuh sehat. Dalam jangka panjang, inilah fondasi yang akan menentukan kualitas generasi Indonesia di masa depan. Kita tidak hanya menyiapkan anak untuk dapat tumbuh tinggi, tetapi untuk tumbuh cerdas, tangguh, dan mampu berkontribusi pada negeri yang kita cintai.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan Prodi S2 Kesehatan Masyarakat UAA, kunjungi s2kesmas.almaata.ac.id atau ikuti media sosial kami di Instagram : @s2kesmas_uaa, Tiktok: s2kesmasuaa