MBG untuk Menangani Stunting? Tepatkah? | S2 Kesehatan Masyarakat

Penulis : Dr. Yhona Paratmanitya., S.Gz., Dietisien., MPH

Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang telah berjalan hampir satu tahun terakhir, menjadi salah satu sorotan utama masyarakat Indonesia. Inisiatif ini memiliki tujuan mulia, salah satunya adalah mempercepat penurunan angka stunting, yaitu gagal tumbuh kronis akibat kekurangan gizi. Meskipun tujuan utamanya patut diacungi jempol, pertanyaan mendasar yang muncul adalah: seberapa tepat dan efektif program MBG dalam konteks penanganan stunting, mengingat fokus sasaran pelaksanaannya?

Secara ilmiah, stunting didefinisikan sebagai kondisi kegagalan pertumbuhan yang terjadi akibat akumulasi kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, dan kurangnya stimulasi, terutama dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Periode ini dimulai sejak terjadinya pembuahan atau masa kehamilan hingga anak berusia tepat dua tahun. Berdasarkan definisi ini, intervensi yang paling efektif untuk mencegah stunting harus dilakukan sebelum dan selama masa kritis 1.000 HPK. Ini berfokus pada perbaikan gizi remaja putri dan wanita usia subur sebagai calon ibu, ibu hamil, bayi, serta anak yang berusia di bawah dua tahun (baduta). Intervensi spesifik pada periode ini bertujuan mencegah kerusakan seluler dan kognitif yang sifatnya permanen.

Berdasarkan realita yang telah berjalan sejauh ini, sasaran program MBG didominasi oleh anak usia sekolah. Oleh karena itu, efektivitasnya dalam penanggulangan stunting cenderung terbatas karena target sasaran yang kurang tepat. Pemberian makanan bergizi kepada anak usia sekolah memang memiliki manfaat signifikan, seperti perbaikan status gizi, peningkatan daya tahan tubuh, perbaikan fokus belajar, serta peningkatan kehadiran siswa di sekolah. Namun, manfaat ini bersifat preventif lanjutan atau suportif, bukan kuratif untuk stunting yang sudah terjadi. Kerusakan kognitif dan fisik akibat stunting yang telah terbentuk di periode 1.000 HPK umumnya sudah bersifat permanen dan tidak dapat diperbaiki sepenuhnya hanya dengan pemberian makanan bergizi di usia sekolah. Mengandalkan anak usia sekolah sebagai sasaran utama untuk menurunkan prevalensi stunting secara signifikan merupakan kesalahpahaman yang perlu diluruskan.

Program MBG akan menjadi lebih relevan dan tepat sasaran jika diperluas dan difokuskan pada kelompok sasaran kunci, yaitu remaja putri, ibu hamil, dan baduta. Implementasi dapat dilakukan melalui Posyandu atau layanan kesehatan primer. Pemberian makanan tambahan bergizi yang kaya protein hewani dan zat besi kepada kelompok ini merupakan upaya pencegahan stunting yang paling berdampak.

Selain itu, perlu disadari bersama bahwa stunting adalah masalah multidimensi, bukan hanya kekurangan makanan. Keberhasilan penanganan stunting juga melibatkan intervensi non-gizi, seperti perbaikan sanitasi dan kebersihan lingkungan, peningkatan akses air bersih, serta edukasi mengenai pola asuh yang memadai. MBG hanya mengatasi komponen makanan, sementara akar masalah stunting yang kompleks menuntut solusi terintegrasi.

Evaluasi mendalam terhadap program MBG yang telah berjalan sangat diperlukan. Maraknya kejadian keracunan makanan akibat standar dapur yang tidak memadai, serta kualitas produk makanan yang tidak merata di berbagai daerah, menjadi indikasi bahwa aspek higienitas dan kontrol kualitas masih lemah. Tanpa manajemen logistik dan pengawasan kualitas yang ketat, risiko program ini justru dapat menimbulkan masalah kesehatan baru.

Sebagai kesimpulan, MBG adalah inisiatif berharga. Namun, untuk memastikan program ini benar-benar efektif dalam upaya percepatan penurunan stunting, perluasan fokus ke kelompok 1.000 HPK harus menjadi prioritas utama, disandingkan dengan perbaikan sanitasi, edukasi, dan pengawasan kualitas makanan yang didistribusikan. Lebih penting lagi bahwa pengawasan tersebut harus dilakukan oleh pihak yang kompeten (ahli gizi, ahli sanitasi), karena tanpa keahlian yang memadai, penyelesaian masalah tidak akan terwujud dan cenderung berpotensi untuk menambah masalah baru.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan Prodi S2 Kesehatan Masyarakat UAA, kunjungi s2kesmas.almaata.ac.id atau ikuti media sosial kami di Instagram : @s2kesmas_uaa, Tiktok: s2kesmasuaa